Haryadi diduga menginstruksikan IMB SMRA untuk menyerahkan dokumen pendukung

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki kasus dugaan suap dalam perizinan pengelolaan di bidang pemerintahan kota (Pemkot) Jogjakarta. Tim investigasi BPK mencurigai mantan Walikota Jojakarta, Haryadi Suyuti, memerintahkan karyawannya untuk mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB).
Materi pemeriksaan ini dipelajari oleh tim investigasi BPK Kepada Kepala Dinas Perencanaan Wilayah Jojakarti Danang Yulisaksono dan kepala Paniradi Kaystimevan bersama Jojakarti Arisu Eco Nugroho. Keduanya diperiksa di Gedung Merah Putih BPK kemarin, kamis (23/6).
"Dua saksi hadir dan dikonfirmasi, antara lain, dugaan instruksi TSK HS untuk mengeluarkan dokumen pendukung sehingga permohonan apartemen IMB yang diajukan PT SA (Summarecon Agung) bisa disetujui," kata Plt Perwakilan BPK Ali Fikri dalam keterangan, Jumat (24/6).
Selain itu, tim investigasi juga memeriksa diskusi PT Summarecon Agung (SMRA) tentang penerapan IMB di kota Jojakarta. Badan antikorupsi menyampaikan hal ini kepada CEO PT Summarecon planning, Brian Toney, perencana PT Summarecon Raditya Satya Putra dan Triatmojo.
"Ketiga saksi ini hadir dan mengkonfirmasi, antara lain, Informasi para saksi tentang diskusi internal di PT SA untuk mengajukan aplikasi IMB kepada Pemerintah Kota Jojakarta," Kata Ali.
Berita populer sekarang

Lebih matang 11 tahun, cerita tentang pria pelacur, Alyssa Soebandono, jadi istrinya
Sementara itu, manajer Perizinan PT Summarecon Dvi Putranto Vahuning absen dari ujian KPK. Badan Anti Korupsi menjamin akan dijadwal ulang.
"Tidak, dan tim investigasi menunda pertemuan," Kata Ali.
Dalam hal ini, BPK menunjuk mantan Wali Kota Jojakarta, Haryadi Suyuti, sebagai tersangka kasus tuduhan IMB suap di Pemkot Jojakarta. HS berstatus tersangka dalam dugaan pengambilan suap dari Wakil Presiden real Estate PT Summarecon Agung Tbk Una Nasihono.
BPK juga ditetapkan sebagai tersangka Kepala Kantor Penanaman Modal Pemerintah Kota Jojakarta nurvidihartan dan Sekretaris Pribadi Walikota Joji Triyanto budi Yuvono. Keduanya diduga melakukan suap.
Selama penyidikan kasus tersebut, sekitar tahun 2019, un Nasihono selaku Vice President Real Estate PT SA Tbk melalui Presiden Direktur PT Java Orient Property (JOP) Dandan Jaya K. mengajukan IMB yang mengatasnamakan PT JOP. Seperti yang Anda ketahui, PT JOP merupakan anak perusahaan dari PT Summarecon Agung Tbk.
Aplikasi IMB diperlukan untuk pembangunan Apartemen Royal Kedhaton, yang terletak di kawasan Malioboro dan termasuk dalam zona Warisan Budaya, di Kantor Investasi dan PTSP Pemerintah Kota Jojakarta.
Proses aplikasi izin kemudian akan berlanjut pada tahun 2021. Untuk memudahkan permohonan tersebut, Un Nasihono dan dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi intensif serta sependapat dengan Haryadi Suyuti yang saat itu menjabat sebagai walikota Jojakarta periode 2017-2022.
Terlepas dari kendala, pada tahun 2022, proyek IMB untuk pembangunan apartemen kerajaan di Kedhaton, yang diusulkan oleh PT JOP, akhirnya diterbitkan. Karena itu, kemarin, kamis (2/6), un Nasihono datang ke Jojakarta untuk bertemu dengan Haryadi Suyuti di Balai Kota.
BPK menerima 27.258 ribu dolar AS, yang dikemas dalam tas hadiah melalui Trianto Bude Yuvono sebagai wali Haryadi Suyuti, dan sebagian dari uang itu juga ditujukan untuk Nurvidihartana.
Un Nusikhono, sebagai tersangka penerima suap, diduga melanggar ayat 1 Pasal 5, huruf A atau B atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang amandemen undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi dalam hubungannya dengan Pasal 55 ayat (1)-1 KUHP.
Sedangkan Haryadi, Nurvidihartana dan Triyanto, sebagai tersangka penerima suap, diduga melanggar huruf A atau B Pasal 12 dan pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang amandemen undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi yang digabungkan dengan Pasal 55 ayat (1)-1 KUHP.