Kehadiran Bui Arrazi di Ponpes Al-Musthofawiya membuka tirai penting

Kehadiran ulama Nusantar dan para da'i muda Dr. H. Arrazi Hasiima di Pondok Pesantren (Pohnpes) Al-Musthofawiya, di desa Palang, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Selasa (21/6), tampak membuka tirai penting. Belum banyak orang yang tahu. Itu, Pohnpes di pantai utara, termasuk Pesantren tua, berpengaruh dan memiliki sejarah panjang peradaban.
Pesantren ini terletak sekitar 8 kilometer sebelah timur Kota Tuban. Hal ini berdekatan dengan pantai utara Pulau Jawa. Hanya satu kilometer. Hadir di pesantren ini, Buya Arrazi-tantangan lain dari Dr. H. Arrazi Haseem-juga mengingatkan Al-Mustafawiya akan bagiannya yang besar dalam penyebaran ilmu pengetahuan. Ini didistribusikan secara luas di Indonesia. Dari sebuah desa kecil di pantai.
Pesantren ini pertama kali dikembangkan oleh Kiai Musthofa. Sekitar tahun 1900-an, jauh sebelum Indonesia merdeka. Bahkan, Ulama (baik) berdiri di depan Nahdlatul. Kiai Musthofa melanjutkan dan mengembangkan pesantren kerabatnya. Yakni, Kiai Imam Fadlil, salah satu putra R. Gagar Manik atau juga dikenal sebagai Kiai Imam Puro di Gesiharjo. Lokasi, Selatan pasar pedesaan Palanga.
Namun, pesantren yang diciptakan oleh Kiai Imam Fadlil sudah tidak ada lagi. Hanya kasus ini. Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa Ponpes Al-Mustafa adalah penerus obor pengetahuan.
"Mbah Kiay Musthofa, yang memprakarsai pesantren ini, menerima istilah dengan Syakkhonoyu Cholil Bangkalan. Lalu ada juga periode dengan Mbah Kiay Maksum, Lasem, " kata Buya Arrazi, mengutip channel youtube Nahdliyin Nusantara.
Berita populer sekarang

Profil dan agama Adam Rosyadi, orang yang terjebak di gereja Barenga Agnes Mo, bekerja seperti ini
Seperti yang Anda ketahui, Xiahona Cholil adalah ilmuwan hebat. Ada begitu banyak tokoh dan Kiai/Ulama di Indonesia yang telah menjadi santrinia-nya. Belakangan, para santri mendirikan pesantren-pesantren yang masih ada hingga saat ini. Salah satunya adalah Pendiri NU Hadratussyaikh Hashim Asiari. Demikian pula, Mbah Kiai adalah sempurna dan Kiai Musthofa.
Ketika Kiai Musthofa dibesarkan, tidak ada nama Al-Musthofawiya. Dari sejarah pesantren, nama itu muncul kemudian, ketika H. Ahmad Mustafa Ismail, cucu Kiai Musthof, bersama dengan Kiai Sulchan, pindah ke Kiai Maksum Lasem. Dari sowen ini, Kiai dengan tegas berasumsi bahwa nama pesantren tersebut diambil dari nama kakeknya. Kemudian nama Al-Mustafa muncul.
Al-Mustafawiya termasuk pesantren Salafi modern. Terlepas dari kenyataan bahwa ada pendidikan formal di madrasah, itu masih mempertahankan fitur pesantren. Sejak bertahun-tahun telah berlalu, rata-rata ahli agama di daerah Palanga adalah lulusan Ponpes Al-Musthofawiya. Siswa berasal dari berbagai daerah. Tidak hanya dari Jawa Timur, tetapi juga dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Banten, bahkan di luar Jawa.
Jadi, salah satu lulusannya adalah Nin Eli, julukan Eli ermavati, yang tidak lain adalah istri Bui Arrazi. Seorang wanita dari Palanga, Tuban, dididik di Ibtidaya Madrasah (MI) dan Tsanavia Madrasah (MTS) di Ponpes Al-Musthofavia.
Kemudian, setelah itu, lanjutkan ke orang yang malang 2. Setelah mengenyam pendidikan tinggi, Nin Eli kemudian mendapat beasiswa di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulli Jakarta, dan sejak 2007 ia masuk ke Institut Kajian Hadits internasional Darus Sunnah, Chiputat.
Pada awalnya, mungkin hanya sedikit orang yang tahu. Insiden meletusnya pistol milik polisi yang menemaninya membunuh putra kedua Buya Arrazi, Rabu (22/6) siang terbuka untuk umum. Rupanya, wanita istimewa yang menemani ulama dari Payakumbuh, Sumatera Barat, berasal dari Pantai Utara Tuban.
Kepala Desa Palang Agus Abdul Manan mengatakan kepada Jawa Poseidon Tuban bahwa Nin Eli menghabiskan masa kecilnya di lingkungan pedesaan. Dari keluarga biasa. Orang tuanya, Hadji Muslik dan H. J. Mariana, bukanlah orang yang luar biasa. Bahkan tidak berasal dari agama. Di Palanga, Hadji Muslik dikenal sebagai nakhoda kapal, yang memiliki enam anak.
"Anak-anaknya (Hadji Muslik, Ed.) dikenal cerdas dan cerdas, " kata Agus.
Nin Eli adalah putra ketiga dari H. Muslik-H. J. Mariana. Rupanya, Ning Ilai memiliki anak kembar. Saudara kembarnya, Annie Rohmavati, bekerja di sebuah fasilitas medis di Tuban. Sejak kecil, lanjut Agus, Nin Eli dikenal sebagai sosok yang cerdas. Karena kecerdasannya, ia juga mendapat beasiswa saat kuliah di UIN Syarif Hidayatullah.
Jadi, bagaimana Nin Eli bertemu Buya Arrazi dan kemudian menikah? Agus Tidak yakin. Hanya saja, dilihat dari ceritanya, keduanya bertemu saat belajar di Darus Sunnah International Institute of Hadith Studies, Chiputat. Buya Arrazi adalah kakak nin Eli di sekolah asrama. "Pernikahan di Tchiputati, Tangerang, Tahun 2010," katanya.
Sumber Lain, Jawa Posan Tuban, melaporkan bahwa keluarga dari Palanga, yang menghadiri pernikahan Nin Eli dan Buya Arrazi, hanyalah keluarga inti. Awalnya, hanya sedikit tetangga di desa yang mengetahuinya.
Setelah menikah, Nin Eli tinggal bersama Buya Arrazi di Jakarta. "Setiap khotbah di Jawa Timur hampir pasti membutuhkan waktu untuk kembali ke salib," tambah pria itu, yang rambutnya sebagian abu-abu.
Ini terjadi selama bulan Ramadhan. Nin Eli dan Buya Arrazi selalu membentur mistar gawang. Terutama karena orang tuanya lebih tua. Dan, mulai Rabu (22/6), pasangan ini juga meninggalkan HS, anak kedua mereka. Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun kini telah meninggal dan dimakamkan di kuburan Desa Palang setelah bencana gila.