Alasan BW Bukan Lagi Pengacara Mardani Maminga

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Wijojanto alias BW tidak lagi menjadi bagian dari kelompok penasihat hukum mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan Mardani H. Maming. Menurut BW, sejak awal dia hanya membela Mardani Maming di sidang praperadilan.
“Sejak awal, saya adalah pendukung advokasi hanya dalam proses pra-persidangan. Makanya di surat kuasa pemeriksaan tidak ada nama saya,” tegas BW, Kamis (4/8).
Namun, BW percaya bahwa pengacara Maming akan membela diri sebisa mungkin. Karena kasus yang melibatkan ketua BPP KIPMI tidak aktif itu murni unsur bisnis.
“Kami berharap fakta yang sebenarnya terungkap, karena dasarnya adalah transaksi bisnis. Jika persaingan usaha tidak dapat dikriminalisasi, maka akan merusak kepercayaan usaha,” kata BW.
Selain BW, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Danny Indrayana juga bukan lagi pengacara Mardani Maminga. Kelompok Konsultan Hukum Maming merupakan gabungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulam (PBNU) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). KPK resmi menahan Mardani H. Maming usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (28 Juli). Maming ditahan selama 20 hari pertama, dari 28 Juli 2022 hingga 16 Agustus 2022, di pusat penahanan PKC di Pomdam Jaya Guntur.
Berita populer sekarang

BPK menuduh bahwa Rikki membeli mobil dan apartemen dengan hasil korupsi
Penangkapan Mardani Maming dilakukan penyidik KPK setelah KPK mengeluarkan status buronan (DPO). Pasalnya, Mardani Maming tidak menanggapi panggilan penyidik BPK karena sedang melakukan pemeriksaan praperadilan. Namun, sidang pendahuluan tersebut ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Wakil Ketua KPK Oleksandr Marwata menjelaskan kasus ini pernah dialami Mardani Maming selama menjabat Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan periode 2016-2018. Mardani Maming berhak menerbitkan Izin Usaha Pertambangan dan Pertambangan (IUP OP) di Pemerintah Daerah Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Menurut Alex, pada 2010, salah satu pihak swasta, Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN), berniat mengakuisisi IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL), seluas 370 hektar terletak di Kecamatan Angsana, Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
“Agar proses pengalihan IUP OP bisa segera mendapat persetujuan Mardani Maming, Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan Mardani Maming selaku bupati agar bisa mempercepat proses pengalihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN. ",- kata Alex, Kamis (28/7).
Alex mengatakan, pengalihan IUP VP dari PT BKPL ke PT PKN diduga melanggar ketentuan ayat (1) Pasal 93 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, yakni pemilik IUP dan IUPK tidak dapat mengalihkan IUP dan IUPK-nya kepada orang lain. .
Selain itu, Mardan Maming juga meminta Henry Soetio untuk mengajukan izin pelabuhan untuk mendukung operasi penambangan, dan diduga bisnis pengelolaan pelabuhan dimonopoli oleh PT Angsana Terminal Utama (ATU), perusahaan milik Mardan Maming.
“PT ATU dan beberapa perusahaan tambang diduga merupakan perusahaan cangkang yang sengaja dibuat oleh Mardani Maming untuk mengolah dan melakukan kegiatan penambangan untuk pembangunan pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu,” jelas Alex.
Perusahaan-perusahaan ini diyakini memiliki direktur dan pemegang saham yang masih berafiliasi dengan dan dikendalikan oleh keluarga Mardani Maming, dengan Mardani Maming masih mengendalikan perusahaan. Padahal, pada tahun 2012, PT ATU memulai kegiatan pembangunan pelabuhan niaga pada periode 2012-2014 dengan sumber dana seluruhnya dari Henry Soetion yang dibiayai dari modal dan pembiayaan operasional PT ATU.
BPK menduga Henry Soetio beberapa kali mentransfer uang kepada Mardani Maming melalui beberapa perantara dari kuasanya dan/atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani Maming, yang kemudian dalam kegiatannya dibungkus dalam formalitas perjanjian kerjasama pokok untuk menutupi dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terkait dengan Mardan Maming.
"Uang tersebut diduga diterima dalam bentuk tunai atau transfer bank sekitar Rp 104,3 miliar antara 2014 hingga 2020," kata Alex.
Mardani Maming diduga melanggar Pasal 12(a) atau Pasal 12(b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2001. tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto ayat (1)-1 Pasal 55 KUHP.