Kasus aneh kematian Brigadir J hingga Bharad E menjadi tersangka

Kasus meninggalnya Brigjen Jha, yakni Brigadir Jenderal Noprians Yoshua Khutabarat, masih menjadi misteri. Baru-baru ini, ada harapan bahwa kasus ini akan segera terungkap. Ini terjadi setelah Bharada E. alias Bharada Richard Eliezer ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan tersebut.
Kasus bermula ketika diberitakan terjadi baku tembak antara sesama anggota Polri di rumah dinas seorang perwira tinggi Polri (Pati) di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Insiden itu melibatkan Brigjen Noprians Josua Hutabarat, 29, dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E. Keduanya adalah ajudan Kapolres Propam, Inspektur Jenderal Paul Ferdi Sambo.
"Benar kejadiannya pada Jumat, 8 Juli 2022 sekitar pukul 17.00 atau 17.00 WIB," kata Kepala Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin. /7).
Menurut Ahmad Ramadan, peristiwa itu awalnya terjadi karena brigadir jenderal masuk ke rumah dinas. Kemudian ia mendapat teguran dari Barad E.
"Saat itu yang bersangkutan (Brigjen J) mengacungkan senjatanya lalu menembak, dan Barada E. dipastikan mengelak dan membalas tembakan ke arah Brigadir J," imbuhnya.
Berita populer sekarang

Catatan untuk panduan, penjelasan rahim adalah…
Kemudian departemen memori Polri melakukan pemeriksaan tempat kejadian perkara (TKP). Hasilnya, penyidik menemukan 12 selongsong peluru.
"Setelah dilakukan pemeriksaan di TKP dan pemeriksaan saksi dan barang bukti di TKP, ditemukan tujuh peluru dari Brigjen J dan lima peluru dari Bharada E," kata Karo Penmas dari Humas Polri. Brigjen Ahmad Ramadan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (11 November)./7).
Ramadan mengatakan tidak ada tembakan J yang mengenai E. Karena E saat itu berada di atas dan J di bawah.
Untuk menuntaskan kasus ini, Kapolri Jenderal Paul Listo Sigit Prabowo memutuskan membentuk kelompok khusus. Tim dibentuk sedemikian rupa sehingga pengungkapan kasus berlangsung secara komprehensif.
"Saya sudah membentuk tim khusus," katanya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (7/12).
Rombongan khusus ini dipimpin oleh Wakapolri Komien Paul Gatot Edi Pramono. Ia akan dibantu oleh Kepala Bareskrim Polri Komien Agus Andrianto, Kabag SDM Polri dan beberapa pejabat eksekutif lainnya.
Selain itu, Kapolri juga akan melibatkan pihak eksternal, antara lain Kompolnas dan Komnas HAM.
Pihak Brigadir Jenderal J mendengar banyak pelecehan dalam kasus ini. Karena kronologi yang diceritakan polisi berubah.
Dari awal ditegur saat masuk pekarangan rumah dinas, berubah menjadi baku tembak di dalam rumah dinas. Apalagi kasus ini baru diumumkan tiga hari setelah kejadian.
Humas Caro Penmas Brigjen Polisi Ahmad Ramadan membantah tudingan Brigjen J. Menurut dia, kondisi itu muncul karena penyidik fokus menangani kasus yang muncul. Aparat penegak hukum pun langsung turun ke lokasi untuk mengambil tindakan.
“Jelas, saat kasus itu terjadi, polisi langsung menangani kasus tersebut. Prinsipnya, saat terjadi kasus, polisi akan segera menangani kasus tersebut. Langsung ke TKP, segera periksa TKP dan lakukan tindakan sesuai prosedur,” kata Ramadhan di Mabes Polri Jakarta Selatan, Rabu (13/7).
Sementara itu, Ramadhan mengaku kasus tersebut tidak segera diungkap saat itu karena Sabtu berikutnya adalah Idul Adha.
Karena ketidaksesuaian itu, tim hukum Brigjen J mengunjungi Bareskrim Mabes Polri Jakarta Selatan pada Senin (18 Juli). Mereka bermaksud untuk membuat laporan tentang dugaan pembunuhan yang disengaja terhadap Brigadir Jenderal J.
"Kami datang hari ini untuk bertindak sebagai kelompok penasihat hukum dan/atau diperintahkan oleh keluarga mendiang Joshua Hutabarat untuk membuat laporan polisi tentang dugaan tindak pidana pembunuhan berencana," kata keluarga Brigjen J. Pengacara Kamarudin Simanjuntak. . .
Selain dugaan pembunuhan berencana, tim hukum juga melaporkan hilangnya ponsel Brigjen J dan dugaan peretasan keluarga Brigjen J. Ada tiga ponsel yang tidak diketahui keberadaannya sebelum laporan dibuat.
“Pernyataan tentang pencurian dan/atau penggelapan telepon genggam diatur dalam Pasal 362 KUHP Federasi Rusia digabungkan dengan Pasal 372, 374 KUHP Federasi Rusia, sehingga tindak pidana peretasan dan/atau penyadapan adalah kejahatan telekomunikasi,” jelasnya.
Keluarga percaya bahwa Brigadir Jenderal J meninggal tidak hanya karena ditembak, tetapi juga karena penyiksaan. Kamaruddin menunjukkan banyak luka di tubuh korban. Dan tidak semuanya adalah senjata api.
“Yang kami temukan ada luka tembak, tapi ada juga sayatan. Ada juga kerusakan di bawah mata, atau bullying," kata Kamarudin.
Kamarudin mengatakan, luka lainnya termasuk robekan di antara bibir dan hidungnya, memar di leher, bahu kanan, perut kanan dan kiri, serta jari manis yang patah. "Kemudian ada kerusakan di kaki atau ada yang terpotong seperti itu," jelasnya.
Selanjutnya, Kapolri akhirnya memutuskan untuk mencopot Inspektur Jenderal Paul Ferdi Sambo dari jabatannya. Selain itu, ada dua pejabat lain yang bernasib sama, yakni Karo Paminal Polri, Brigjen Hendra Kurniawan dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Hurdi Susianto.
Banyak pelanggaran, otopsi diulang
Keluarga Brigadir Jenderal J. bersikeras untuk melakukan otopsi kedua. Langkah ini diambil karena banyak ditemukan luka tidak normal di tubuh Brigjen J. Mabes Polri juga mengabulkan permohonan otopsi ulang atau penggalian jenazah Brigjen J.
"Hasil komunikasi dari kuasa hukum yang meminta otopsi ulang atau ekshumasi, untuk pelaksanaan dan detail teknisnya, Pak Dirtypidum akan menyampaikannya," kata Kapolri Inspektur Jenderal Paul Dedi Prasetyo kepada wartawan, Kamis (21 Juli). ).
Sementara itu, di sisi lain, kuasa hukum istri mantan Irjen Mabes Polri Propam Paul Ferdi Sambo, Patra M Zen, meminta Kamaruddin Seemanjuntak untuk tidak terus berspekulasi di ranah publik terkait kematian kliennya. Mengingat proses seperti itu harus dilakukan oleh pihak-pihak yang ahli di bidangnya masing-masing.
"Saya ingatkan pengacara adalah profesi hukum, bukan peramal atau dukun," kata Patra kepada wartawan, Rabu (27/7).
Menurut Patra, pernyataan Kamaruddin di media menunjukkan bahwa dia paling mengetahui fakta dan kebenaran tentang penembakan Brigjen J. Meski kelompok khusus yang dibentuk Kapolri Jenderal Listo Sigit Prabowo masih terus bekerja. investigasi.
Terkait hal itu, Patra meminta semua pihak menunggu hasil investigasi yang dilakukan pihak berwajib.
"Kami menunggu bukti di pengadilan. Jangan seperti ahli nujum yang ingin meramal nasib seseorang, atau dukun yang bisa melihat kejadian masa lalu dengan melihat air di kolam," jelasnya.
Patra menilai pernyataan Kamaruddin kerap dianggap merugikan istri Ferdi Sambo. Menurut dia, Putri Ferdi Sambo melaporkan dugaan pelecehan dan kekerasan yang dilakukan Brigadir J dengan nomor LP/B/1630/VII/2022/SPKT/Polres Metro Jaksel pada 9 Juli 2022.
Kuasa hukum lain keluarga Irjen Ferdi Sambo Arman Haris menambahkan, mendiang Brigjen J diperlakukan sama saat masih menjabat sebagai ajudan. Seperti ajudan lainnya, Brigjen J juga membeli baju dan sepatu dari Sambo.
Armand mengatakan, berdasarkan kesaksian para ajudan, Brigjen J juga diundang untuk foto keluarga bersama Sambo. Namun, beberapa waktu sebelum kematiannya, sikap Brigjen J dinilai berbeda. Brigadir J bahkan ditegur rekan ajudan Sambo karena memakai parfum milik Putra Chandravati, istri Sambo.
Joshua juga pernah ditegur karena memakai parfum PC. Semua ini disediakan oleh ADC. Saya juga menunggu hasil yang akan disampaikan oleh asisten Komnas HAM. Semuanya diperiksa," kata Arman, Sabtu (30 Juli).
Tak hanya itu, perlakuan aneh Brigjen J ditunjukkan saat rekan ajudannya memergokinya sedang menodongkan senjata api ke foto Ferdy Sambo. “Informasi dari ajudan, Josua diduga menodongkan senjatanya ke foto kepala departemen propam. Dia juga ditegur oleh seorang asisten. Saya tidak sering mempertanyakan ya atau tidak (diduga menodongkan pistol ke foto Sambo). Tapi tidak pernah," kata Arman.
Keluarga Yakin Terbunuh
Namun, setelah dilakukan otopsi kedua, Kamaruddin masih meyakini Brigadir J meninggal karena dibunuh. Selama otopsi, kedua keluarga bahkan mengirim dua dokter untuk menyaksikan pembukaan ruang operasi.
"Otopsi kedua, salah satunya tidak ditemukan otak di bagian kepala," kata Kamaruddin kepada wartawan, Rabu (3/8).
Kamaruddin melaporkan bahwa rambut di bagian belakang kepala Brigadir J telah dicukur gundul dan ditemukan bekas lem. Saat lem dibedah, ada beberapa luka yang menembus hidung dan mata.
Artinya, tembakan dari belakang masuk ke bagian atas hidung. Jadi saya tunjukkan gambar yang dijahit itu, itu jepretan pertama," tambahnya.
Selain itu, menurut dia, tembakan kedua dilakukan di bawah leher ke arah bibir bawah dan tembakan ketiga di dada kiri melalui punggung. Kemudian tembakan keempat di pergelangan tangan.
Selain itu, ada luka lain. Ada enam retakan di tengkorak dan otaknya tidak bisa ditemukan. Kemudian air mata muncul di bawah mata selama kecurigaan benda tajam. Kemudian di atas alis, dan kemudian di bahu kanan, luka terbuka. Dokter belum mengetahui penyebabnya, sehingga mereka mengambil sampel untuk penelitian di laboratorium," jelasnya.
Kemudian, patah tulang pergelangan tangan dan jari ditemukan. Ada juga luka lain, yaitu luka robek di punggung dan kaki serta luka lainnya yang belum diketahui penyebabnya.
“Sementara yang lain terlihat seperti ginjal, itu dipotong untuk pengujian di laboratorium. Begitu pula organ lain yang diambil untuk penelitian di laboratorium," kata Kamaruddin.
Bharada E adalah tersangka
Meski saling klaim antara kedua belah pihak, penyidik Bareskrim Polri telah resmi menetapkan Bharad Richard Eliezer alias Bharad E. sebagai tersangka tewasnya Brigadir Jenderal Nopryansah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J. Ia dikenal sebagai penembak langsung.
"Penyidik telah memeriksa berkas perkara dan kami menetapkan pemeriksaan saksi sudah cukup untuk menetapkan Bharad E sebagai tersangka," kata Direktur Bareskrim Polri Brigjen Andy Rian di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/3). / 3). 8).
Andi mengatakan, Bharada E diduga melanggar Pasal 338 Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Dalam kasus ini, penyidik memeriksa 42 saksi, termasuk beberapa ahli.
Penyidik juga melakukan pemeriksaan balistik, termasuk menyita sejumlah barang bukti fisik. Seperti sarana komunikasi, video surveillance dan lain-lain.
"Dari hasil penyidikan malam ini, penyidik sudah menyusun nama kasusnya, dan kami rasa cukup untuk memeriksa saksi-saksi," jelas Andi.