Setelah kasus Brigjen Joshua, Kapolri memecat tiga jenderal.

25 karyawan menemukan kerusakan di TKP dan menghilangkan bukti
Kapolri Jenderal Listo Sigit Prabowo mengambil langkah tegas untuk mempercepat penyidikan kasus pembunuhan Brigjen Nofriansyah Yosua Khutabarat.
Saat ini, kasus pidana telah dimulai terhadap 25 pegawai Polri, yang diduga menghalangi penyelidikan. Beberapa dari mereka bahkan dicopot dari jabatannya dan dipindahkan ke departemen pelayanan Direktorat Utama Kepolisian (Yanma). Mereka bahkan menghadapi tuntutan pidana jika terbukti terlibat dengan Joshua.
Kapolri menegaskan, Inspeksi Khusus (Irsus) yang dikoordinir Irwasum sedang menginterogasi 25 petugas yang diduga menghalangi proses peradilan atau menghalangi penyelidikan pembunuhan Brigjen Joshua.
“Saat ini kami sedang mengerjakan apakah ada yang memesan (Bharada E, Red) atau atas inisiatif kami sendiri. Satu hal yang jelas: siapa pun yang terlibat, kami akan mengambil tindakan tegas," katanya.
Berita populer sekarang

Pengacara: Brigadir J ditangkap dengan roh istri Inspektur Jenderal Sambo
Sigit mengatakan ada banyak hal yang harus diklarifikasi dalam kasus ini. Salah satunya adalah tentang sistem pengawasan video yang rusak. “Prosesnya masih berlangsung,” jelasnya.
25 karyawan diperiksa karena ketidakprofesionalannya dalam menangani TKP (TKP). Mereka diduga menghalangi pengolahan dan pengolahan TKP. "Saya ingin persidangan berjalan lancar," katanya.
Siapakah 25 orang tersebut? Kapolri belum menyebutkan nama mereka. Namun, tadi malam datang telegram khusus dari Kapolri. Telegram No. 1628/VIII/KEP/2022/4 tanggal Agustus 2022 yang diterima Jawa Pos mencantumkan nama 15 polisi yang dimutasi. Lima belas nama terdiri dari perwira yang dipindahkan dan penggantinya. Sebagian besar berasal dari Divpropam Polri. Tiga jenderal yang dicopot itu adalah Irjen Ferdi Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, dan Brigjen Benny Ali. Mereka semua dijadikan pati Yanma Polri.
Selain divpropam, ada juga perwira menengah dari Polres Jakarta Selatan. Yakni, Kasatreskrim AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit dan Kanit 1 Satreskrim AKP Rifaizal Samual. Kedua orang tersebut juga dicopot dan digabung dengan Ferdi Sambo sebagai anggota Yanma Polri (lihat gambar untuk lebih jelasnya).
"Empat orang berada di tempat khusus," kata Kapolri. Dia menjelaskan tujuan dari tempat khusus itu. Namun, untuk saat ini anggota Polri yang diduga melakukan pelanggaran etika ditahan di sel khusus. Kapolri menegaskan, jika ditemukan unsur pidana, Polri tidak segan-segan melakukan proses pidana terhadap 25 pegawainya. “Saat ini kita cek dulu kode etiknya,” jelasnya.
Sebelumnya, perhatian diberikan pada pekerjaan polisi. Tiga pekan setelah penembakan Brigjen Joshua, polisi belum bisa mengungkap pelaku kasus ini. Padahal, menembak Joshua dianggap mudah. Keterlambatan pengungkapan tersebut dikatakan terkait dengan keterlibatan sang jenderal.
Sementara itu, Cabarescream Komien Agus Andrianto menegaskan bahwa hasil Inspeksi Khusus akan menjadi dasar dan pertimbangan untuk menentukan sanksi terhadap 25 pegawai Polri tersebut. "Kami memeriksa 43 saksi, satu orang ditetapkan sebagai tersangka," jelasnya. Tersangka yang dimaksud Agus adalah Bharada E., Asisten Inspektur Jenderal Polisi Ferdi Sambo, yang mengaku menembak Joshua.
Bharad E. didakwa dengan penerapan Pasal 338 kombinasi dengan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Konstruksi pasal tersebut akan memungkinkan untuk melihat siapa yang memerintahkan, memberi kuasa dan termasuk kemungkinan melakukan kejahatan. “Nanti rekomendasi Irsus akan dilihat perannya,” ujarnya.
Satgas juga akan memberikan surat rekomendasi untuk menilai kasus yang sedang berlangsung di Polda Metro Jaya dan Polres Jaksel. "Semua yang terlibat pasti akan diketahui," katanya kemarin di lobi gedung utama Direktorat Utama Polri.
Ujian Ferdi Sambo
Sementara itu, setelah Bharada E ditetapkan sebagai tersangka, giliran Ferdi Sambo yang diperiksa di Bareskrim kemarin. Namun, tidak jelas apakah penyelidikan itu terkait dengan kasus dugaan pembunuhan berencana atau pelecehan dan ancaman seksual.
Sambo tiba di Bareskrim pada pukul 09.59. Ia didampingi beberapa asisten. Meskipun tidak aktif, Sambo datang dalam bentuk penuh.
Sambo menyatakan dengan kehadirannya memenuhi panggilan penyidikan tindak pidana korupsi. Ujian ini merupakan ujian keempat. “Saya sebelumnya sudah memberikan informasi kepada penyidik dari Polres Jakarta Selatan, Polda Metro Jaya dan sekarang Bareskrim,” ujarnya.
Suara Sambo setengah berteriak. Dia meminta maaf kepada polisi atas insiden di kediaman resminya. "Sebagai ciptaan Tuhan, saya minta maaf kepada polisi," katanya.
Ia juga menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Brigadir Jenderal Joshua. Saya berharap keluarga akan mendapatkan kekuatan. "Dan semua ini terlepas dari apa yang kakak Joshua lakukan terhadap istri dan keluarga saya," jelasnya. Mantan Dirtypidum itu meminta semua pihak untuk tidak berspekulasi atau berspekulasi tentang kejadian di kediaman dinasnya. "Saya juga mohon doanya agar istri sembuh dari lukanya, dan anak-anak bisa selamat dari kondisi ini," katanya, lalu masuk ke ruang penyidikan.
Mempelajari sambo berlangsung cukup lama. Dia baru saja keluar dari buronan kriminal pada pukul 17:10. Itu berarti Sambo check-in sekitar tujuh jam. Ketika dia keluar, dia lebih banyak bicara. "Untuk pemeriksaannya, tanyakan ke penyidik," katanya sambil masuk ke dalam mobil.
Semenit kemudian, pengacara Bharada, E. Andreas Nahot Silitonga, muncul di Bareskrim. Dia mengatakan kliennya ditetapkan sebagai tersangka saat masih diperiksa sebagai saksi. "Keputusan itu dibuat pada Rabu (08.04) malam," katanya. Padahal, Kamis (08.05) pukul 01.02 dini hari, penyidikan terhadap Bharada E. baru saja berakhir. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan bagi para pengacara. "Apakah penetapan tersangka sudah mempertimbangkan keterangan Bharada E.," katanya. Padahal sudah jelas bahwa Bharada Ege. mengaku ditembak oleh Brigadir Joshua. Artinya, tembakan Bharada E. adalah upaya membela diri. “Kami menyayangkan penetapan tersangka ini,” jelasnya.
Dia menginformasikan bahwa Bharad E dijerat dengan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Pasal tersebut menyebutkan adanya unsur partisipasi atau aktor lain. Dan itu harus dengan niat yang sama. "Yah, meskipun itu tembak-menembak tatap muka," jelasnya. Ia mengaku bingung dengan konstruksi pasal yang menjerat kliennya. Siapa artinya? Ini murni tatap muka," ulangnya.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fikar Hajjar menegaskan bahwa pencantuman Pasal 55 dan 56 KUHP dalam kasus Joshua menyiratkan bahwa bukan hanya Bharad E yang terlibat dalam pembunuhan tersebut. mengatur tentang tindakan bersama dalam suatu tindak pidana.
Sedangkan Pasal 56 menyebutkan bahwa pelaku yaitu Bharada E. bertindak sebagai pembantu dalam tindak pidana tersebut. Artinya ada unsur kesengajaan dalam pemberian asuhan. Dan dengan sengaja memberikan kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan tindak pidana. “Artinya selain Bharada E., harus ada orang lain yang bertanggung jawab,” kata Fikar kepada Javeh Pos.
Menurut Fikar, pencantuman Pasal 55 dan 56 KUHP biasanya ditujukan untuk membangun dakwaan bahwa tindak pidana tersebut tidak dilakukan oleh satu orang. Ada orang lain yang bersama-sama, misalnya, adalah pelanggan. “Mengenai siapa dalang di antara para pelaku, itu akan diklarifikasi oleh jaksa di pengadilan,” jelasnya.
Ficcar menambahkan, langkah Kapolri dan pernyataan tegas presiden yang membuka kasus kematian Joshua memberikan kesempatan kepada tim investigasi untuk menindak polisi yang terlibat dalam kasus tersebut. Diharapkan kelompok khusus (timsus) yang dibentuk Kapolri ini mampu mengatasi segala hambatan hukum dan psikologis. “Ini adalah era transparansi yang umumnya bisa dikendalikan. Jadi kalau ada yang disembunyikan pasti terungkap, karena tidak logis," imbuhnya.